Laporan Penelitian Fosil di Museum Latemmamala watansoppeng
2014/2015
Kali ini saya Ingin Share ke adek Kelas saya , karena sesuai dengan permintaannya yang mengiginkan Contoh laporan Peelitian fosil di Museum latemmamala .untuk memudahkan tugas-tuganya .
Untuk File.doc bisa di Unduh Disini
BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Pada zaman dahulu , dinosaurus dan
fosil lainnya dapat terbentuk dengan cara yang berbeda seperti dikemukakan
dalam buku-buku tentang evolusi. Fosilisasi pada binatang hampir tidak pernah
terjadi kecuali mereka dikubur dengan cepat serta dalam, sebelum binatang atau
burung pemakan bangkai, bakteri dan erosi membuat mereka menjadi debu. Kondisi
seperti ini sangat tidak biasa. Dalam banyak kejadian, keberadaan fosil baik
dalam tipe maupun jumlah menunjukkan dengan jelas kondisi bencana saat
penguburan atau pengawetannya. Dinosaurus besar, kelompok ikan besar dan banyak
aneka binatang ditemukan dalam endapan lumpur yang banyak dan mengeras menjadi
batu. Hampir semua fosil ditemukan dalam endapan yang berair.Fosil adalah
bukti-bukti yang didapatkan dari kehidupan pra- sejarah. Batasan masa
pra-sejarah lebih dari enam juta tahun yang lalu.
Menurut
definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan fosil adalah meliputi segala macam
bukti, baik yang bersifat langsung maupun tak langsung. Contoh bukti langsung
dari kehidupan prasejarah adalah tulang dinosaurus, sedangkan bukti tak
langsung adalah jejak tapak kaki bewail yang terawetkan dalam lumpur, dan
koprolit (material faeces). Catatan : fosil tidak memberikan bukti yang
mendukung Evolusi. "Keberadaan fosil membuat malu teori Evolusi dan
mendukung konsep Penciptaan." ( Dr. Gary Parker, PhD., ahli
biologi/paleontologi yang sebelumnya pendukung Evolusi ). Fosil banyak di
temukan di wilayah Indonesia , salah satunya di daerah Sulawesi selatan , yang
kemudian telah d simpan di Museum Latemmamala Watansoppeng . pada makalah ini
akan di bahas fosil yang terdapat di Museum Latemmamala Watansoppeng
Fossilization
:
Semua
proses yang melibatkan penimbunan hewan atau tumbuhan dalam sedimen, yang
terakumulasi & mengalami pengawetan seluruh maupun sebagian tubuhnya serta
pada jejak-jejaknya .
B.
Tujuan
Mengumpulkan informasi dan membuat laporan
hasil studi tentang fosil yang diamati atau situs temuan fosil.
C.
Manfaat
Dapat mengetahui informasi tentang
fosil yang diamati atau situs temuan fosil
D.
Waktu Dan Tempat
1.
Waktu Penelitian/ Pengamatan :
Minggu, 25 Januari 2015 pukul 08.00- selesai
2.
Tempat
Pengamatan :
Museum Latemmamala Watansoppeng
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Villa Juliana merupakan salah satu bangunan peninggalan Belanda di
Kabupaten Soppeng. Bangunan yang mulai dibangun pada tahun 1905 dan selesai
pada tahun 1907 atas prakarsa C. A. Croesen selaku Gubernur Pemerintahan Hindia
Belanda di Sulawesi ini menjadi salah satu ikon wisata sejarah Kabupaten
Soppeng.
Terletak di salah satu sudut Kota Watansoppeng, bangunan
yang kini berusia satu abad lebih yang belakangan difungsikan sebagai Museum
Latemmala tersebut tidaklah terlalu sulit untuk diakses. Apalagi, dengan
posisinya di ketinggian membuat bangunan yang awalnya dimaksudkan sebagai
bentuk penghormatan kepada Ratu Juliana, putri Ratu Wilhelmina yang pernah
berkuasa di Belanda ini menjadi sangat menonjol.
Juru Pelestari Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Villa Juliana,
Lamadi, kepada penulis mengatakan keberadaan Villa Juliana tersebut memang
awalnya diperuntukkan sebagai penginapan bagi Ratu Juliana yang direncanakan
berkunjung ke Soppeng. Hanya saja, sengitnya peperangan antara Belanda dengan
Kerajaan Gowa pada masa itu serta alasan faktor keamanan, kunjungan putri
penguasa Belanda, Ratu Wilhelmina ini dibatalkan.
Bangunan yang merupakan perpaduan antara arsitektur Eropa dan Bugis dan
disebut-sebut memiliki ‘kembaran’ di Belanda ini mulai dibangun pada tahun 1905
atas prakarsa Gubernur Jenderal Pemerintahan Hindia Belanda di Sulawesi dan
baru selesai dibangun pada tahun 1907.
Selanjutnya, selain dijadikan sebagai tempat peristirahatan Pemerintah
Hindia Belanda, Villa Juliana juga difungsikan sebagai pusat perkantoran dan
pengawasan terhadap aktivitas raja dan masyarakat Kabupaten Soppeng.
Selanjutnya,
kata dia, Villa Juliana ini kemudian dijadikan Mess Pemda pada tahun 1992,
diambil alih Dinas Budaya dan Pariwisata sebagai salah satu cagar budaya pada
tahun 2005 hingga kemudian menjadi Museum Latemmamala pada 23 Maret 2008
bertepatan dengan peringatan Hari Jadi Soppeng.
Bangunan di belakang bangunan utama Villa Juliana yang dulunya
difungsikan sebagai pusat perkantoran Pemerintah Hindia Belanda di Soppeng
Untuk renovasi, ungkap Lamadi, hanya dilakukan pada bagian atap yang
sudah tiga kali mengalami perubahan. (sumber : http://wisata.kompasiana.com )
Menjadi
Museum Latemmamala
Selain menjadi salah satu cagar budaya, Villa Juliana juga berfungsi
sebagai museum. Di lantai satu, terdapat beberapa koleksi foto lama seputar
sejarah Kabupaten Soppeng, fosil-fosil yang ditemukan peneliti di kawasan
Calio, buku-buku seputar Kabupaten Soppeng serta peralatan-peralatan kuno yang
digunakan oleh masyarakat tempo dulu yang masih tersimpan rapi.
Sementara di lantai dua, terdapat beberapa koleksi benda pustaka
peninggalan Kerajaan Soppeng serta keramik asal China sebagai bukti adanya
kerjasama antara Kerajaan Soppeng dengan para pedagang China.
Dari ruang fosil, kita dapat melihat adanya fosil gajah yang ditemukan pada
tahun 1993 di Tanjonge, rahang gajah purba, fosil kura-kura raksasa yang juga
ditemukan di kawasan sungai di daerah Calio, tengkorak babi rusa serta fragmen
gigi Anoa yang semuanya ditemukan peneliti di wilayah Kabupaten Soppeng
Villa Juliana, umumnya banyak dikunjungi oleh para pelajar dan mahasiswa
sebagai tugas penelitian dan sejarah. Di samping itu, juga sering dikunjungi
oleh peneliti dari luar negeri, seperti Belanda, Austria dan negara lainnya.
(sumber : http://wisata.kompasiana.com
)
B.
Pengertian Fosil
Fosil
(bahasa
Latin: fossa yang berarti "menggali keluar
dari dalam tanah") adalah sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk
hidup yang menjadi batu
atau mineral.
Untuk menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus segera tertutup sedimen.
Oleh para pakar dibedakan beberapa macam fosil. Ada fosil batu biasa, fosil
yang terbentuk dalam batu ambar,
fosil ter, seperti yang terbentuk di sumur ter La Brea
di Kalifornia.
Hewan
atau tumbuhan yang dikira sudah punah tetapi ternyata masih ada disebut fosil
hidup. Fosil yang paling umum adalah kerangka yang
tersisa seperti cangkang, gigi dan tulang. Fosil jaringan lunak sangat jarang
ditemukan.Ilmu yang mempelajari fosil adalah paleontologi,
yang juga merupakan cabang ilmu yang direngkuh arkeologi.
(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Fosil
)
A. Fosilisasi
merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan
atau tumbuhan yang terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami pengawetan secara menyeluruh, sebagian
ataupun jejaknya saja. Terdapat beberapa syarat terjadinya pemfosilan yaitu
antara lain:
1.
Organisme
mempunyai bagian tubuh yang keras
2.
Mengalami
pengawetan
3.
Terbebas
dari bakteri pembusuk
4.
Terjadi
secara alamiah
5.
Mengandung
kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit
Ada tiga tahap utama dalam pembentukan
fosil, yaitu kematian, peristiwa pre-burial (pra-terkubur) dan peristiwa
post-burial (pasca-terkubur). Jadi untuk menjadi fosil sebuah organisma harus
mengalami kematian terlebih dahulu.
|
Fosilisasi
(www.blog.websaurs.com)
|
Kematian
bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti usia tua, sakit, dimangsa predator,
infeksi parasit, dan terluka (baik karena terjatuh maupun berkelahi). Fosil
dinosaurus banyak mengindikasikan bahwa binatang ini rentan terhadap pernyakit
radang sendi, sedangkan parasit biasanya menyerang binatang invertebrata dan
krinoid. Hal lain yang dapat menyebabkan kematian adalah yang berkaitan dengan
kondisi fisikal, kimiawi dan biologikal lingkungan (seperti perubahan iklim)
Proses
yang dialami organisma setelah kematian adalah pembusukan karena bakteri
pembusuk, dan yang lebih dahulu mengalami pembusukan adalah jaringan lunak
(daging, otot). Jaringan keras seperti tulang dan gigi adalah bagian tubuh yang
awet sehingga bagian inilah yang biasanya terfosilkan. Selain karena pembusukan
kerusakan jaringan lunak terjadi karena dcabik dan dimakan binatang pemakan
bangkai.
Organisma
yang terkubur cepat (rapid burial) biasanya akan terfosilkan di tempat dia mati
dan dalam posisi awal ketika dia mati. Fosil ini disebut fosil autochtonous.
Fosil yang mengalami rapid burial biasanya terawetkan dengan baik karena tidak
mengalami gangguan pasca-mati dan struktur anatominya utuh. Sedangkan organisma
yang tidak langsung terkubur, biasanya akan mengalami proses-proses alamiah seperti
hanyut terbawa arus air, busuk karena angin dan udara, atau dicabik binatang
pemakan bangkai sehingga posisinya sudah berpindah dari tempat dia mati, dan
susunan tubuhnya sudah tidak anatomis lagi. Fosil seperti ini disebut fosil
allochtonous. Maksud tidak anatomis adalah organisma tersebut sudah
tercerai-berai tulang-belulangnya sehingga bentuk anatominya tidak seperti
bentuk ketika organisma tersebut masih hidup.
Rapid
burial biasanya terjadi di lingkungan air atau dekat dengan air, dan organisma yang
mengalami fosilisasi seperti ini biasanya adalah binatang air. Untuk binatang
yang hidup di daratan, fosilisasi melalui rapid burial sangat jarang terjadi.
Biasanya hal tersebut terjadi bila ada gunung meletus sehingga banyak binatang
mati seketika di suatu tempat dalam jumlah massal dan langsung terkubur dalam
timbunan sedimen material muntahan gunung api. (Julimar 16/09/2010).
B. Proses
pembentukan Fosil
Perhatikan gambar di atas, Ketika suatu organisme
mati, bangkainya terkubur dan lambat laun berubah menjadi fosil. Biasanya
hanya bagian-bagian terkeras, seperti cangkang atau tulang, yang masih
terawetkan. Kadang-kadang bangkai tersebut perlahan-tahan membatu.
Molekul-molekul aslinya digantikan oleh berbagai jenis mineral seperti katsit
atau besi pirit. Namun, ada puta beberapa fosil yang masih mengandung sebagian
besar molekuI astinya. Sebuah cabang ilmu baru yang disebut pateontotogi
molekuter berupaya untuk membandingkan kesamaan komposisi kimia atau bahkan gen
dari spesies purba yang tetah punah dengan spesies yang masih hidup hingga
kini. (sumber : http://ridwanaz.com/umum/alam/pengertian-fosil-pembentukan-fosil-waktu-geologis/
)
C.
Tempat
penemuan fosil
Kebanyakan
fosil ditemukan dalam batuan endapan (sedimen) yang permukaannya terbuka. Batu
karang yang mengandung banyak fosil disebut fosiliferus. Tipe-tipe fosil yang
terkandung di dalam batuan tergantung dari tipe lingkungan tempat sedimen
secara ilmiah terendapkan. Sedimen laut, dari garis pantai dan laut dangkal,
biasanya mengandung paling banyak fosil.
(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Fosil )
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Alat Dan
Bahan
Alat :
1. Alat
Tulis
2. Buku
3. Kamera
Bahan :
1. Fosil
B.
Cara kerja
1. Menyiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Mendengarkan
penjelasan dari pemandu kegiatan.
3. Mencatat
hal-hal yang penting.
4. Menanyakan
hal-hal yang kurang dimengerti pada pemandu.
5. Mengambil
gambar-gambar fosil.
C. Pertanyaan LKS
1. Apa
pengertian dari fosil ?
2. Ada
berapa macam fosil yang terdapat di Museum Latemmamala Soppeng dan
jenis-jenisnya ?
3. Di
mana fosil itu ditemukan, bagian mana saja yang ditemukan, apakah bagian yang
ditemukan lengkap serta siapa yang menemukannya ?
4. Bagaimana
cara pembuatan fosil buatan (Replika Fosil) dan bahan apa saja yang digunakan ?
5. Bagaimana
cara membedakan antara fosil dengan batu biasa ?
6. Apa
alat yang digunakan untuk mengukur atau mengetahui umur fosil ?
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Jawaban Pertanyaan
1.
Fosil adalah sisa tumbuh-tumbuhan, hewan, dan bagian
tubuh manusia yang telah membatu. jadi, ada fosil tumbuh-tumbuhan, fosil hewan,
dan fosil manusia. fosil dapat memberi petunjuk tentang kehidupan manusia pada
zaman purba.
2.
Fosil
yang terdapat di Museum Latemmamala sangat banyak dan jumlahnya hampir
mendekati ratusan. Jenis fosil di Museum Latemmamala yaitu ada fosil hewan,
fosil tumbuhn, fosil tengkorak, fosil kerang, dan masih banyak lagi.
3.
Fosil itu ditemukan, bagian mana saja
yang ditemukan, apakah bagian yang ditemukan lengkap serta siapa yang
menemukannya :
4.
Cara membuat replica fosil
1.
Siapkan campuran fosil. Metode
pembuatan fosil ini menggunakan bahan-bahan seperti semen, gipsum, semen
plastik dan lain-lain untuk membentuk fosil yang tampak seperti batuan dengan
bentuk yang Anda inginkan. Langkah pertama yang harus Anda lakukan adalah
mempersiapkan campuran "basah" dengan mengikuti petunjuk di dalam
kemasan bahan yang Anda gunakan. Kemudian, tuangkan campuran Anda ke dalam
wadah yang cocok - misalnya mangkuk plastik, wadah Tupperware, atau karton susu
yang sudah Anda bagi menjadi dua bagian untuk membuat fosil berukuran kecil.
Untuk membuat fosil yang berukuran lebih besar, gunakanlah wadah yang lebih
besar juga.
2.
Tekan fosil ke dalam campuran Anda. Pilih benda
yang ingin Anda buat menjadi fosil. Letakkan benda ini ke dalam campuran dan
tekan hingga setengahnya terendam. Cobalah menyisakan sebagian dari benda yang
akan Anda buat fosil tersebut di atas campuran sehingga Anda akan mudah
mengeluarkannya. Jika Anda suka menggantung fosil Anda setelah kering,
tancapkan paku ke dalam campuran untuk membuat lubang gantungan.
3.
Biarkan campuran fosil mengering. Sekarang
yang perlu Anda lakukan adalah menunggu campurannya mengering - fosil buatan
Anda akan memberikan hasil yang terbaik jika batuan anda mengering sempurna
sebelum Anda mengeluarkan benda dari dalamnya. Jika Anda bisa, Anda mungkin
perlu menjemurnya di bawah sinar matahari agar lebih cepat mengering.
4.
Angkat fosil. Saat batuan Anda telah mengering
dengan sempurna, cobalah perlahan-lahan angkat seluruh bagian fosil Anda -
campuran kering bersama dengan benda yang Anda gunakan dari wadahnya.
Berhati-hatilah karena Anda bisa dengan mudah merusak bentuknya pada langkah
ini. Jika Anda kesulitan mengeluarkan fosil, maka Anda perlu memecahkan
wadahnya sekaligus.
5.
Cungkil keluar benda dari mangkuk atau karton
perlahan-lahan. Dengan gerakan tangan yang tenang (dan
sedikit keberuntungan), Anda bisa mendapatkan cetakan kering yang menunjukkan
benda yang Anda masukkan ke dalamnya. Sekarang Anda telah mendapatkan fosil
buatan!
6.
Ubah tampilan fosil Anda agar tampak lebih
otentik. Fosil yang asli tidak berbentuk simetris dan
sempurna - biasanya tampak tua, dan kasar. Jika Anda ingin fosil Anda tampak
seperti aslinya, maka Anda perlu mengubah sedikit tampilannya. Gunakan palu
untuk mengelupas sebagian ujungnya, sapukan tanah ke atasnya. Gunakan amplas
untuk meniru efek erosi. Anda bahkan bisa mengecat fosil Anda agar warnanya
lebih tua - gunakan imajinasi Anda!
7.
Pajang fosil buatan Anda dengan bangga! Saat
bentuknya sudah sesuai yang Anda inginkan, pamerkan fosil Anda! Bawalah ke
sekolah sebagai hiasan di kelas atau gantunglah di kamar Anda. Untuk efek yang
lebih bagus, cobalah letakkan fosil buatan Anda dengan artefak asli yang Anda
temukan di alam.
5.
cara membedakan antara fosil dengan batu
biasa :
6.
alat yang digunakan untuk mengukur atau
mengetahui umur fosil :
Ø Metode
: Penanggalan Radiokarbon ( Mengukur usia hingga 14.300 tahun )
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan usia bangunan maupun benda-benda kuno di bidang arkeologi adalah penanggalan radiocarbon (radiocarbon dating). Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Willard F. Libby pada tahun 1940 di Institute for Nuclear Studies, Universitas California. Penanggalan radiokarbon berbasis pada peluruhan peluruhan unsur radioaktif alam C-14. Karena dapat memberikan hasil yang sangat memuaskan, metode itu hingga saat ini masih tetap digunakan secara luas untuk penaggalan temuan-temuan arkheologi.
Jumlah radionuklida kosmogenik C-14 dalam tubuh makhluk hidup (manusia, hewan serta tumbuh-tumbuhan) selalu tetap, karena disamping terjadi pemasukan juga terjadi pengeluaran maupun peluruhan yang berlangsung secara kontinu. Namun setelah kematian makhluk hidup, tidak ada lagi C-14 yang masuk ke dalam tubuh. Di sisi lain, karena C-14 bersifat radioaktif, maka radionuklida tersebut akan meluruh sehingga jumlahnya semakin lama akan terus berkurang secara eksponensial. Ketika suatu saat jasad makhluk hidup tersebut ditemukan dalam bentuk fosil, maka usia dari fosil tersebut dapat diketahui melalui pengukuran kadar C-14 yang masih tertinggal di dalam fosil.
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan usia bangunan maupun benda-benda kuno di bidang arkeologi adalah penanggalan radiocarbon (radiocarbon dating). Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Willard F. Libby pada tahun 1940 di Institute for Nuclear Studies, Universitas California. Penanggalan radiokarbon berbasis pada peluruhan peluruhan unsur radioaktif alam C-14. Karena dapat memberikan hasil yang sangat memuaskan, metode itu hingga saat ini masih tetap digunakan secara luas untuk penaggalan temuan-temuan arkheologi.
Jumlah radionuklida kosmogenik C-14 dalam tubuh makhluk hidup (manusia, hewan serta tumbuh-tumbuhan) selalu tetap, karena disamping terjadi pemasukan juga terjadi pengeluaran maupun peluruhan yang berlangsung secara kontinu. Namun setelah kematian makhluk hidup, tidak ada lagi C-14 yang masuk ke dalam tubuh. Di sisi lain, karena C-14 bersifat radioaktif, maka radionuklida tersebut akan meluruh sehingga jumlahnya semakin lama akan terus berkurang secara eksponensial. Ketika suatu saat jasad makhluk hidup tersebut ditemukan dalam bentuk fosil, maka usia dari fosil tersebut dapat diketahui melalui pengukuran kadar C-14 yang masih tertinggal di dalam fosil.
Ø Metode
: Penanggalan Argon-Argon( Mengukur usia kira-kira 154.000 s/d 160.000 tahun )
Metode penanggalan
Radiokarbon bekerja dengan baik untuk beberapa penemuan arkeologi, namun
memiliki keterbatasan, sampai saat ini hanya dapat digunakan untuk mengukur
usia bahan organik kurang dari sekitar 60.000 tahun. Namun, ada isotop
radioaktif lain yang dapat digunakan untuk mengukur usia bahan non-organik
(seperti batu) dan bahan-bahan yang lebih tua (sampai miliaran tahun)
Ø Metode
: Penanggalan Termoluminisen/Thermoluminescence
( Mengukur usia lebih dari 77.000 tahun )
Seperti dalam Penanggalan Argon-Argon, metode penanggalan Termoluminisen ini dialakukan dengan cara sampel dipanasi dengan suhu tinggi, kemudian dihitung/diamati mulai dari sejak mula dipanasi. Dengan pemanasan suhu ekstrim tinggi menyebabkan sebagian elektron yang terdapat pada kristal tertentu seperti kuarsa dan felspar dalam batuan tereliminir, sedang seiring dengan lepasnya elektron tersebut maka dapat ditemukan jumlah jejak atom radioaktif yang ditemukan dilingkungannya. Dengan cara memanasi ulang batuan tersebut ilmuwan dapat melepaskan energi yang tersimpan, yang berupa pelepasan sebekas cahaya, ini yang dinamakan “Termoluminisen”. Intensitas cahaya menunjukan Intensitas cahaya menunjukkan berapa lama batuan tersebut sejak terakhir telah dipanaskan.
( Mengukur usia lebih dari 77.000 tahun )
Seperti dalam Penanggalan Argon-Argon, metode penanggalan Termoluminisen ini dialakukan dengan cara sampel dipanasi dengan suhu tinggi, kemudian dihitung/diamati mulai dari sejak mula dipanasi. Dengan pemanasan suhu ekstrim tinggi menyebabkan sebagian elektron yang terdapat pada kristal tertentu seperti kuarsa dan felspar dalam batuan tereliminir, sedang seiring dengan lepasnya elektron tersebut maka dapat ditemukan jumlah jejak atom radioaktif yang ditemukan dilingkungannya. Dengan cara memanasi ulang batuan tersebut ilmuwan dapat melepaskan energi yang tersimpan, yang berupa pelepasan sebekas cahaya, ini yang dinamakan “Termoluminisen”. Intensitas cahaya menunjukan Intensitas cahaya menunjukkan berapa lama batuan tersebut sejak terakhir telah dipanaskan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fosil adalah
sisa tumbuh-tumbuhan, hewan, dan bagian tubuh manusia yang telah membatu. jadi,
ada fosil tumbuh-tumbuhan, fosil hewan, dan fosil manusia. fosil dapat memberi
petunjuk tentang kehidupan manusia pada zaman purba. oleh karena itu, fosil
semacam itu disebut fosil pandu.
Fosil yang terdapat di Museum
Latemmamala sangat banyak dan jumlahnya hampir mendekati ratusan. Jenis fosil
di Museum Latemmamala yaitu ada fosil hewan, fosil tumbuhn, fosil tengkorak,
fosil kerang, dan masih banyak lagi.
B.
Saran
Untuk
mempelajari teori evolusi , akan lebih baik jika mengadakan studi tour tentang
bukti-bukti efolusi seperti fosil .
DAFTAR
PUSTAKA
0 Response to "Laporan Penelitian Fosil di Museum Latemmamala watansoppeng"
Posting Komentar